Source : http://www.merdeka.com |
Oleh : Andri Atagoran
Sepuluh November, hari pahlawan Republik Indonesia. Sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia telah mencatatat bagaimana gigihnya para pejuang kita di kala itu, ketika bertempur melawan pasukan kolonial. 10 November 1945, kala itu, tidak hanya sebatas cerita yang perlu dikenang, tetapi lebih dari pada itu, peristiwa 10 November telah banyak memberikan pengaruh terhadap perlawanan-perlawanan rakyat indonesia di daerah lainya.
Kita tidak perlu mengulas lagi
bagaimana kronologi sejarah, karena saya sendiri pun yakin, bahwa kita semua
yang memiliki semangat Nasionalisme, tentu sudah tahu banyak tentang sejarah di
kota Surabaya ini. Jauh lebih penting bagi kita adalah merefleksikan kembali,
bagaimana semangat nasionalisme yang berkobar saat itu untuk negri yang
beberapa bulan yang lalu baru memproklamirkan kemerdekaanya.
Perang ini merupakan perang
terberat dan menelan korban terbanyak dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia
melawan Kolonialisme (sumber : wilkipedia). Secara matematis, Inggris yang
tergabung dalam pasukan kolonial, yang diboncengi oleh Pemerintah Sipil Hindia Belanda
yang ditugaskan di Indonesia kala itu, NICA (Nederlandsch Indië Civil Administration),
memperkirakan hanya membutuhkan tiga hari untuk menumpas perlawanan rakyat
Indonesial kala itu.
Tetapi apa yang terjadi
setelahnya sungguh jauh berbeda dari perkiraan. Tentara Kolonial harus menghabiskan
waktu sebulan untuk menghentikan dan mengambil alih kota Surabaya yang saat itu
dikuasai oleh tentara dan pemerintah Indonesia yang baru terbentuk, 17 Agustus
1945 silam. Semangat perjuangan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), saat ini menjadi
Tentara Nasional Indonesia (TNI), yang pantang menyerah bersama rakyat, telah
memberikan sebuah catatan penting, bagaimana rasa Nasionalisme yang tumbuh dari
kesadaran murni, akan mampu menghancurkan segala sesuatu yang mengancam
kesatuan dan keutuhan NKRI.
Lalu, apa makna dari perjuangan
para pahlawan bangsa pada zaman kemerdekaan bagi kita generasi muda sekarang?
Apa pun terjadi, kita sebagai generasi muda akan tetap menjadi anak zaman.
Terlahir di zaman yang berbeda, sedikit
banyak telah memberikan pengaruh terhadap semangat Nasionalisme kita. Banyak di
antara kita yang saat ini dinobatkan menjadi pahlawan masa kini. Sebut saja di bidang olahraga ada atlet
bulutangkis Indonesia seperti Rudy Hartono, Haryanto Arbi yang tenar dengan
julukan “smash 100 watt”, Lim Swie king dan Taufik Hidayat serta beberapa sosok
atlit lainnya yang mengharumkan nama Indoensia di kancah Internasional.
Di bidang pengembangan teknologi ada B.J
Habibie dengan besutannya Boeing-777, pesawat N-250 yang sempat terbang di
langit Indonesia sebagai simbol kejayaan dirgantara. Lalu kita kenal juga Prof Sedijatmo
yang menemukan Pondasi Cakar Ayam untuk mendirikan 7 menara listrik tegangan
tinggi di daerah rawa-rawa Ancol Jakarta.
Di bidang pertanian kita mengenal
Gun Soetopo, pengusaha buah naga, yang mengubah kawasan yang dulunya merupakan
hamparan semak belukar yang didominasi pakis dan gelam menjadi kawasan pertanian
unggulan (sumber : http://inovasiuntukindonesia.org).
Ini hanyalah sebagian kecil dari
pahlawan masa kini yang sering atau mungkin juga tidak kita kenal. Ironisnya,
di lain hal, tidak sedikit berita atau peristiwa yang menggambarkan mundurnya
semangat nasionalisme sabagai bentuk penghargaan kita atas jasa para pendiri
dan pejuang kemerdekaan bangsa. Pembakaran rumah ibadah di beberapa wilayah,
tindakan korupsi yang merajalela, kisruh sepakbola nasional. Ini hanyalah
sebagian kecil dari apa yang kita sebut sebagai ancaman keutuhan NKRI dari
dalam tubuh kita sendiri.
Beberapa sosok pahlawan masa kini
yang saya sebutkan di atas, sedikit banyak telah memberikan kontribusi bagi
kehidupan orang banyak di negri ini. Tidak sedikit juga orang lain yang berubah,
dan melakukan hal yang sama seperti yang mereka laukan, walau pun dalam bidang
yang berbeda. Ketika kita medengar
berita kontingan Indonesia menjuarai berbagai olimpiade sains di luar
negri. inilah generasi muda kita, mereka-mereka sebagi anak zaman yang
mengikuti jejak dengan semangat nasionalisme para pendahulunya.
Hal ini mengingatkan saya
bagaiamana perang-perang yang lainnya turut berkobar setelah meletusnya perang
di Surabaya. Ini sebagai tanda bahwa perasaan nasionalisme bersama sudah tumbuh
sejak zaman itu. Lalu apa yang terjadi dengan anak zaman ini? Gaya hidup (life style) modern yang menyerang
generasi muda masa kini, telah menyelimuti kita dalam satu kebiasaan hedonisme,
konsumerisme bahkan menjurus ke arah hyperkonsumerisme.
Fenomena ini menyebabkan generasi muda kita cenderung melupakan hal-hal berbau nasionalisme.
Bukan berarti saya mengatakan
bahwa setiap generasi muda terjebak
dalam pusaran modernitas maka adalah generasi yang anti nasionalisme. Saya
hanya mau menjelaskan, bahwa sejarah perjuangan para pahlawan kita di masa
lalu, paling tidak atau sedikit, hendaklah kita memaknainya sebagai kekuatan
untuk menyikapi dengan bijak tantangan modernitas dalam mewujudkan masa depan.
Jimly Ashshiddiqie, Tokoh
Nasional dan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi , mengatakan, makin jauh kita
menghargai masa lalu, makin terbuka peluang dan tantangan bagi kita untuk
berusaha mewujudkan mimpi tentang masa depan. Hanya dengan kesediaan dan
kemampuan menghargai masa lalu itulah, kita berhak untuk bermimpi membangun
peradaban bangsa kita di masa depan.
Sudah saatnya, kita menjadi
pahlawan dagi diri sendiri dan bagi orang lain di sekitar kita!
Selamat Hari Pahlawan, 10
November 2015!
0 komentar:
Posting Komentar